Pendidikan memegang hal terpenting untuk kemajuan di
Negara ini, karena dengan pendidikan manusia di dunia ini memilki talenta untuk menghadapi dunia
luar. Pendidikan memainkan peran yang sangat strategis. Pendidikan memberi
banyak peluang untuk meningkatkan mutu kehidupan. Dengan pendidikan yang baik,
potensi kemanusiaan yang begitu kaya pada diri seseorang dapat terus
dikembangkan. Pada tingkat sosial, pendidikan dapat mengantarkan seseorang pada
pencapaian dan strata sosial yang lebih baik. Secara akumulatif, pendidikan
dapat membuat suatu masyarakat lebih beradab. Dengan demikian, pendidikan,
dalam pengertian yang luas, berperan sangat penting dalam proses transformasi
individu dan masyarakat.
Pendidikan di Indonesia masih terjerambab dalam beragam
permasalahan. Upaya-upaya perbaikan dari pemerintah Indonesia hanya mampu
menyentuh aspek struktural dan operasional seperti halnya perancangan kurikulum
baru dan sertifikasi guru. Tentunya ini menimbulkan sebuah pertanyaan, apakah
semua upaya yang dilakukan oleh pemerintah ini berarti bagi pendidikan di
Indonesia?.
Keadaan yang terjadi dalam dunia pendidikan ini
menimbulkan penurunan kasta pendidikan menjadi pengajaran yang menjadikan
capaian kognitif-akademik sebagai output tunggal. Guru hanya berperan sebagai
operator pengetahuan, tugasnya tidak
lain adalah memproyeksikan pengetahuan. Proses belajar hanya sebatas menerima,
mencatat, menghafal dan mengerjakan soal-soal. Hal ini menyebabkan pendidikan
di Indonesia menjadi apa yang disebutkan oleh Freire yaitu “pendidikan gaya
banking”.
Pendidikan kita adalah pendidikan yang berorientasi
pada konsumsi pengetahuan kurang focus pada bagaimana pengetahuan diproduksi.
Data empiric yang menunjukkan bahwa pendidikan kita lebih lebih banyak
merupakan konsumsi pengetahuan, sebagai berikut:
1.
Pendidikan
berorientasi pada pengajaran
Output pendidikan formal yang ada di Indonesia ini
menghasilkan produk yang sama di setiap lulusan. Misalnya pendikan di tingkat
SMA, baik mereka yang berasa jurusan IPA, IPS maupun Bahasa mereka memilki
potensi yangm sama. Mengapa hal tersebut terjadi, karena ouput pendidikan di
Indonesia ini sudah terlanjur di standarisasi oleh pemerintah.
2.
Verbalisme
pendidikan
Di dunia pendidikan di Indonesia ini
masih banyak yang menggunakan metode ceramah dalam proses belajar mengajarnya.
Hal ini membuat siswa dalam belajar hanya mendengar, mencatat, dan menghafal.
Misalnya saja, dalam matematika siswa terkadang banyak yang hanya menghafal
rumus namun mereka tidak mengetahui dari mana rumus tersebut ditemukan. Hal ini
yang menyebabkan siswa lebih cenderung menghafal daripada memahami.
3.
Pengetahuan yang
terbirokratisasi
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa
pendidikan di Indonesia ini sudah di standarisasi oleh standar kompetensi,
kompetensi dasar, indicator, materi pokok, dan alokasi wantu secara sistematik.
Dan biasanya di sekolah siswa diberikan buku-buku pelajaran yang sudah di
standarisasi oleh pemerintah, dan akhirnya siswa tidak berfikir untuk
mengeksplor pengetahuannya dengan mencari sumber-sumber lain. Siswa selalu
mendewakan buku.
4.
Ruang refleksi
terbatas
Ruang reflekdi yang dimiliki siswa sebatas hanya
dialog guru dan siswa. Selayaknya guru menempatkan siswa sebagai subjek yang
mempunyai kebebasan untuk mengembangkan pertanyaan yang mengarah pada “kemengapaan”. Hal ini
menyebabkan siswa tidak berfikir kritis dan siswa hanya mengikuti apa yang
diberikan oleg guru saja.
Berdasarkan
uraian tersebut, masalah yang teridentifikasi adalah proses
pendidikan/pembelajaran masih menunjukkan :
1.
Guru masih
mempunyai peran sentral dalam pemebelajaran;
2.
Siswa memperoleh
pengetahuan hanya menghafal saja bukan memahami;
3.
Pengetahuan
bersifat konsumtif daripada memproduksi pengetahuan, karena siswa hanya berpaku
hanya satu buku mata pelajaran saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar