Sabtu, 17 Desember 2016

Agama Humanitas



               Wawasan Comte terhadap konsekuensi agama yang menguntungkan dan ramalannya mengenai tahap positif postreligius dalam evolusi manusia mengahadapkan dia pada masalah rumit. Tidak seperti pemikir-pemikir radikal dan revolusioner semasa dia, Comte menekankan perhatiannya pada keteraturan social. Dia kuatir bahwa anarki intelektual dan social pada zamannya akan mengahancurkan basis untuk kemajuan yang mantap. Begitu melihat sejarah, dia mengakui bahwa agama pada masa lampau sudah menjadi satu tonggak keteraturan social yang yang utama. Agama merupakan dasar untuk “consensus universal” dalam masyarakat, dan juga mendorong identifikasi emosional individu dan meningkatkan altruism. Akan tetapi, kalau dilihat dalam perspektif ilmiah (atau positif), agama didasarkan pada kekeliruan intelektual asasi yang mula-mula sudah berkembang pada saat-saat awal perkembangan intelektual manusia. Lalu, pertanyaan rumit yang dihadapi Comte adalah bagaimana keteraturan social itu dapat dipertahankan dalam masyarakat positif pada masa yang akan datang, dengan salah satu dasar trasdisi pokok mengenai keteraturan social yang digali oleh positivisme.
               Dengan agak sederhana, Comte mengemukakan gagasan untuk mengatasi masalah ini dalam tahap kedua dari karirnya, dengan mendirikan satu agama baru -agama Humanitas- dan mengangkat dirinya sebagai imam agung. Ini aspek kedua dari perhatian Comte mengenai keteraturan social yang sudah disinggung didepan. Aspek pertama meliputi analisis objektif mengenai sumber-sumber stabilitas dalam masyarakat, sedangkan aspek kedua ini meliputi usaha meningkatkan keteraturan social yang sudah disinggung didepan. Aspek pertama meliputi suatu analisis objektif mengenai sumber-sumber stabilitas dalam masyarakat, sedangkan aspek kedua ini meliputi usaha meningkatkan keteraturan social dengan agama Humanitas sebagai cita-cita normatifnya. Ini merupakan pokok permasalahan utama dalam bukunya yang berjudul System of Positive Politics.
               Gagasan Comte mengenai satu masyarakat positivis dibawah bimbingan moral agama Humanitas akin lama makin terperinci. Misalnya, dia menyusun satu kalender baru dengan hari-hari tertentu untuk menghormati ilmuan-ilmuan besar dan lain-lain, yang sudah bekerja demi kemanusiaan dan kemajuan manusia. Ada beberapa ritus dan doa yang disusun untuk melahirkan hasrat-hasrat individu dan memasukkannya kedalam the great being of humanity. Ada juga kultus terhadap kewanitaan dengan dirayakannya perasaan-perasaan alturistik wanita. Comte sendiri sebagai imam agungnya berlutut didepan altarnya sendiri (sebuah kursi mewah) sambil memegang seikat rambut kepala Clothilde de vaux, dan dia mengususlkan supaya kuburnya dijadikan tempat ziarah.
               Hal-hal yang terperinci ini memperlihatkan kepribadian Comte yang suka memaksa dan otoriter. Akan tetepi, ingatlah bahwa dia melihat suasana social dan intelektual pada masa hidupnya sebagai terancan anarki; dan seperti banyak kaum intelektual lainnya dengan perspektif organic, dia benci dia takut akan anarki. Juga seperti banyak kelompok konservatif lainnya, Comte mengagumi kesatuan dan sintesis, serta keharmonisan social dan intelektual yang diketahuinya ada di dunia abad pertengahan. Meskipun pandangan konservatif dalam sejarah abad pertengahan adalah tidak murni karena mencerminkan kerinduan nostalgic akan masa lampau yang harmonis dan untuk berarti, yang sebelumnya belum pernah ada, gambaran ini merupakan perbandingan dengan kekacauan masa sekarang.
         Menurut Comte, ada 3 tahap perkembangan intelektual, yang masing-masing tahap merupakan perkembangan dari tahap sebelumnya. Tahap pertama dinamakannya tahap teologis atau fiktif, yaitu suatu tahap dimana manusia menafsirkan gejala-gejala di sekelilingnya secara teologis, yaitu dengan kekuatan-kekuatan yang dikendalikan roh dewa-dewa atau Tuhan yang Maha Kuasa. Tahap kedua yang merupakan perkembangan dari tahap pertama adalah metafisik. Pada tahap ini, manusia masih terikat oleh cita-cita tanpa verifikasi karena adanya kepercayaan bahwa setiap cita cita terkait pada suatu realitas tertentu dan tidak ada usaha untuk menemukan hokum-hukum alam yang seragam. Hal inilah yang merupakan tugas ilmu pengetahuan positif, dan merupakan tahap ketiga atau tahap terakhir dari perkembangan manusia.
         Apakah sebenarnya yang maksudkan oleh Comte dengan ilmu pegetahuan positif, dimana letak letak sosiologinya? Menurut Comte suatu ilmu pengetahuan bersifat positif, apabila ilmu pengetahuan tersebut memusatkan perhatian pada gejala-gejala yang nyata dan konkret, tanpa ada halangan dari pertimbangan-pertimbangan lainnya. Dengan demikian, ada kemunginan untuk memberikan penilaian terhadap bernagai cabang ilmu pengetahuan dengan jalan mengukur isinya yang positif, serta sampai sejauh mana ilmu tersebut dapat mengungkapkan kebenaran yang positif. Hierarki atau tingkatan ilmu-ilmu pengetahuan menurut tingkat pegurangan generasi dan penambahan kompleksitasnya adalah : Metafisika, Astronomi, Fisika, Ilmu kimia, Biologi dan Sosiologi.
Hal yang menonjol dari sistematika Comte adalah penilaiannya terhadap sosiologi, yang merupakan ilmu pengetahuan yang paling kompleks, dan merupakan suatu ilmu pengetahuan yang akan berkembang dengan pesat. Sosiologi merupakan studi positif tentang hokum-hukum dasar dari gereja social. Comte kemudian membedakan antara sosiologi statis dengan sosiologi dinamis.
       Sosiologi statis memusatkan perhatian pada hokum-hukum statis, yang menjadi dasar adanya masyarakat. Studi ini merupakan semacam anatomi social, yang mempelajari aksi-aksi dan reaksi timbal balik dari system-sistem social. Sosiologi dinamis merupakan teori tentang perkembangan, dalam arti pembangunan. Ilmu pengetahuan ini menggambarkan cara-cara pokok dalam hal terjadinya perkembangan manusia, dari tingkat intelegensia yang rendah ke yang lebih tinggi.
Comte mengahasilkan positivisme sebagai bagian dari berfikir filsafatnya yang mendalam, yang kemudian dikaitkan dengan kehidupan masyarakat dengan situasi politik saat itu. Kaitannya dengan positivisme yang dibangun oleh Comte yang tidak terlepas dari situasi social bersangkutan, secara sistematis filsafatinya manual banyak pujian dari para pemikir saat itu, meskipun akhirnya dengan karya berikutnya yang melibatkan terlalu dalamnya perasaan, telah mengundang pandangan miring, sehingga ada yang menganggap Comte telah gila. Adapun gagasan positivisme Comte adalah sebagaimana diuraikan oleh Juhaya S. Pradja dalam beberapa zaman dibawah ini.

1 komentar: