Sabtu, 24 Desember 2016

MANUSIA DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT



John Wild dalam tesisnya mengungkapkan uraiannya tentang manusia dengan menunjukkan hakekat rangkap yang dipunyai manusia. Apabila orang memperhatikan dirinya sendiri atau manusia lain, ia akan menyadari terdapat segi fisik dan segi yang tidak bersifat material, yang bersifat akali.
Manusia adalah makhluk yang bersifat material, terbukti dari keadaan dirinya yang terkena oleh perubahan dan individuasi. Selain dari itu, manusia, individu, mempunyai kualitas-kualitas fisik, seperti bangun tubuh, warna , bobot, dan menempati ruang dan waktu bersama-sama dengan segala sesuatu yang lain yang bereksistensi dan terdapat di alam.Manusia merupakan makhluk yang memiliki kompleksitas yang sangat tinggi. Kajian tentang manusia sering dilihat dari eksistensi dan aktivitasnya. Berbagai pengertian atau konsep manusia diberikan oleh berbagai ahli dari berbagai disiplin ilmu sesuai dengan sudut pandang mereka. Ada yang mengartikan manusia sebagai makhluk jasmani yang tersusun dari bahan material dari dunia organik. Pengertian lainnya adalah manusia sebagai benda/sosok atau organisma hidup yang menyatukan jasmani. Dengan demikian manusia juga memiliki kesadaran inderawi.
Pemahaman terhadap manusia juga tidak terlepas dari aktivitas kehidupannya. Untuk memahami ini, manusia harus dilihat dari sudut manusia itu sendiri. Manusia memiliki kehidupan spiritual-intelektual yang terkadang membuat manusia tidak tergantung pada benda-benda yang ada di sekelilingnya. Dengan kehidupan spiritual ini mampu menggantikan peranan benda-benda atau oleh Lorenz Bagus disebutkan mampu menembus inti yang paling dalam dari benda-benda, menembusi eksistensi sebagai eksistensi dan pada akhirnya menembusi dasar terakhir dari eksistensi yang terbatas sehingga menghasilkan eksistensi absolute (mutlak). Dengan demikian manusia bergerak malampui seluruh batas-batas menuju ke arah yang tidak terbatas sehingga manusia diposisikan sebagai makhluk tertinggi dari segala makhluk hidup di dunia.
Manusia adalah makhluk yang bebas dan terikat. Suatu paradoks. Kepastian tentang kebebasan diperoleh dengan mengintensifkan kehadiran pada diri sendiri. Manusia secara spontan pun tahu tentang kebebasan karena ia hadir pada dirinya sendiri yang bertindak. Manusia bebas untuk memilih sekaligus secara kodrati terdorong untuk menuju diri yang sejati. “Jadilah diri yang sejati”. Inilah seruan yang mengikat tiap manusia secara etis. Seruan itu bersifat paradoksal. Seruan dihayati sebagai suatu keharusan, namun harus dilaksanakan secara bebas.
Secara negatif kata “bebas” berarti tidak ada paksaan. Paksaan bisa menyangkut fisik, psikologis, sosial, histories, dan sebagainya. Semua faktor tersebut ikut menentukan kelakuan manusia. Jika faktor-faktor itu menentukan kelakuan secara menyeluruh, maka tindakan tidak lagi disebut bebas. Inti dan hakikat kebebasan ialah bahwa penentuan datang dari diriku sendiri. Maka, hakikat kebebasan adalah penentuan diri (self determination).
Manusia mempunyai tiga aspek yang berbeda dengan binatang: terikat pada indera, pada bahasa, dan pada praksis.
1.    Indera
Pengetahuan indrawi pada manusia tidak berbeda dari pengetahuan indrawi hewan.
Kenyataannya sungguh berbeda. Pengetahuan sensitif/inderawi menekankan fakta bahwa pengetahuan manusia memiliki komponen atau dimensi sensitif/inderawi. Pengetahuan intelektif menekankan fakta bahwa pengetahuan manusia yang sama “merasionalisasikan” atau “mengkonsepkan” kenyataan.
2.    Bahasa
Bahasa memungkinkan manusia yang diajak bicara menjadi lebih dekat dengan apa yang dibicarakan.
3.    Praksis
Kebenaran tertentu tak bisa diperoleh di luar praksis: kita harus mempraktekkan suatu kebenaran untuk menangkap implikasinya dan untuk membuat kemajuan. Hal tersebut berlaku dalam pengetahuan alam ilmiah, dimana perkembangannya sangat ditentukan oleh kemajuan teknik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar