John Wild dalam tesisnya mengungkapkan uraiannya
tentang manusia dengan menunjukkan hakekat rangkap yang dipunyai manusia.
Apabila orang memperhatikan dirinya sendiri atau manusia lain, ia akan
menyadari terdapat segi fisik dan segi yang tidak bersifat material, yang
bersifat akali.
Manusia adalah makhluk yang bersifat material,
terbukti dari keadaan dirinya yang terkena oleh perubahan dan individuasi.
Selain dari itu, manusia, individu, mempunyai kualitas-kualitas fisik, seperti
bangun tubuh, warna , bobot, dan menempati ruang dan waktu bersama-sama dengan
segala sesuatu yang lain yang bereksistensi dan terdapat di alam.Manusia
merupakan makhluk yang memiliki kompleksitas yang sangat tinggi. Kajian tentang
manusia sering dilihat dari eksistensi dan aktivitasnya. Berbagai pengertian
atau konsep manusia diberikan oleh berbagai ahli dari berbagai disiplin ilmu
sesuai dengan sudut pandang mereka. Ada yang mengartikan manusia sebagai
makhluk jasmani yang tersusun dari bahan material dari dunia organik.
Pengertian lainnya adalah manusia sebagai benda/sosok atau organisma hidup yang
menyatukan jasmani. Dengan demikian manusia juga memiliki kesadaran inderawi.
Pemahaman terhadap manusia juga tidak terlepas
dari aktivitas kehidupannya. Untuk memahami ini, manusia harus dilihat dari
sudut manusia itu sendiri. Manusia memiliki kehidupan spiritual-intelektual
yang terkadang membuat manusia tidak tergantung pada benda-benda yang ada di
sekelilingnya. Dengan kehidupan spiritual ini mampu menggantikan peranan
benda-benda atau oleh Lorenz Bagus disebutkan mampu menembus inti yang paling
dalam dari benda-benda, menembusi eksistensi sebagai eksistensi dan pada
akhirnya menembusi dasar terakhir dari eksistensi yang terbatas sehingga menghasilkan
eksistensi absolute (mutlak). Dengan demikian manusia bergerak malampui seluruh
batas-batas menuju ke arah yang tidak terbatas sehingga manusia diposisikan
sebagai makhluk tertinggi dari segala makhluk hidup di dunia.
Manusia adalah makhluk yang bebas dan terikat.
Suatu paradoks. Kepastian tentang kebebasan diperoleh dengan mengintensifkan
kehadiran pada diri sendiri. Manusia secara spontan pun tahu tentang kebebasan
karena ia hadir pada dirinya sendiri yang bertindak. Manusia bebas untuk
memilih sekaligus secara kodrati terdorong untuk menuju diri yang sejati.
“Jadilah diri yang sejati”. Inilah seruan yang mengikat tiap manusia secara
etis. Seruan itu bersifat paradoksal. Seruan dihayati sebagai suatu keharusan,
namun harus dilaksanakan secara bebas.
Secara negatif kata “bebas” berarti tidak ada
paksaan. Paksaan bisa menyangkut fisik, psikologis, sosial, histories, dan
sebagainya. Semua faktor tersebut ikut menentukan kelakuan manusia. Jika
faktor-faktor itu menentukan kelakuan secara menyeluruh, maka tindakan tidak
lagi disebut bebas. Inti dan hakikat kebebasan ialah bahwa penentuan datang
dari diriku sendiri. Maka, hakikat kebebasan adalah penentuan diri (self
determination).
Manusia mempunyai tiga aspek yang berbeda dengan
binatang: terikat pada indera, pada bahasa, dan pada praksis.
1.
Indera
Pengetahuan indrawi pada manusia tidak berbeda
dari pengetahuan indrawi hewan.
Kenyataannya sungguh berbeda. Pengetahuan
sensitif/inderawi menekankan fakta bahwa pengetahuan manusia memiliki komponen
atau dimensi sensitif/inderawi. Pengetahuan intelektif menekankan fakta bahwa
pengetahuan manusia yang sama “merasionalisasikan” atau “mengkonsepkan”
kenyataan.
2.
Bahasa
Bahasa memungkinkan manusia yang diajak bicara
menjadi lebih dekat dengan apa yang dibicarakan.
3.
Praksis
Kebenaran tertentu tak bisa diperoleh di luar
praksis: kita harus mempraktekkan suatu kebenaran untuk menangkap implikasinya
dan untuk membuat kemajuan. Hal tersebut berlaku dalam pengetahuan alam ilmiah,
dimana perkembangannya sangat ditentukan oleh kemajuan teknik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar