Rabu, 07 Desember 2016

Berpikir Asosiatif dan Daya Ingat Dalam Belajar



Muhibbin Syah (2010: 118) menyampaikan bahwa berfikir asosiatif  merupakan berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan yang lainnya. Berfikir asosiatif itu merupakan proses pembentukan hubungan antara rangsangan dengan respon. Dalam hal ini perlu dicatat bahwa kemampuan siswa untuk melakukan hubungan asosiatif yang benar amat dipengaruhi oleh tingkat pengertian atau pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar.Kemampuan siswa untuk melakukan hubungan asosiatif yang benar amat dipengaruhi oleh tingkat pengertian atau pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar.Sebagai contoh, siswa yang mampu menjelaskan arti penting tanggal 12 Rabiul Awal.Kemampuan siswa tersebut dalam mengasosiasikan tanggal bersejarah itu dengan hari ulang tahun (maulid) Nabi Muhammad SAW.hanya bisa di dapat apabila ia telah mempelajari riwayat hidup beliau.
Sedangkan menurut Sarwono (2002) bahwa berpikir asosiatif yaitu proses berpikir di mana suatu ide merangsang timbulnya ide-ide lain. Jalan pikiran dalam proses berpikir asosiatif tidak ditentukan atau diarahkan sebelumnya. Jadi ide-ide itu timbul atau terasosiasi (terkaitkan) dengan ide sebelumnya secara spontan.Jenis berpikir ini disebut juga jenis berpikir divergen (menyebar) atau kreatif, umumnya pada para pencipta, penemu, penggagas dan sebagainya dalam bidang ilmu, seni, pemasaran, dan lain-lain. Jenis-jenis berpikir asosiatif adalah:
a.         Asosiasi bebas: suatu ide akan menimbulkan ide mengenai hal lain, yaitu hal apa saja tanpa ada batasnya. Misalnya, ide tentang makanan dapat merangsang timbulnya beberapa ide, misalnya tentang restoran, dapur, nasi, anak yatim yang belum sempat diberi makan, atau apa saja.
b.         Asosiasi terkontrol: suatu ide tertentu akan menimbulkan ide mengenai hal lain dalam batas-batas tertentu. Misalnya, ide tentang “membeli mobil”, akan merangsang ide-ide lain, misalnya tentang harganya, pajaknya, pemeliharaannya, mereknya, atau modelnya. Tetapi, tidak merangsang ide tentang hal-hal lain di luar itu, seperti peraturan lalu lintas, polisi lalu lintas, mertua yang sering meminjam barang-barang, piutang yang belum ditagih, dan sebagainya.
c.         Melamun: mengkhayal bebas, sebebasnya tanpa batas, juga mengenai hal-hal yang tidak realistis. Misalnya, berkhayal jadi orang kaya, jadi Superman, atau jadi Putri Salju. Anak kecil sering kali belum dapat membedakan antara khayalan dan realita sehinggga kalau dia menceritakan, misalnya tentang sahabat yang ada dalam khayalannya kepada ibunya, ibu-ibu yang tidak paham akan jiwa anak, sering kali memarahi anaknya dan menganggapnya sebagai pembohong. Disisi lain, banyak temuan-temuan penting dalam ilmu pengetahuan yang dimulai dari lamunan. Newton misalnya, menemukan teori tentang daya tarik bumi setelah ia melamun tentang mengapa buah apel bisa jatuh sehingga bisa menimpa kepalanya.
d.         Mimpi: ide-ide tentang berbagai hal yang timbul secara tidak disadari pada waktu tidur. Mimpi ini kadang-kadang terlupakan pada waktu bangun, tetapi kadang-kadang masih dapat diingat. Mimpi bisa merupakan kilas balik peristiwa-peristiwa masa lalu, namun bisa juga berupa harapan-harapan yang tak terpenuhi, atau bahkan tak bermakna sama sekali. Sigmun Freud pakar psikoanalisis, menyatakan bahwa “mimpi sangat penting karena berisi dorongan-dorongan dari alam bawah sadar yang tidak dimunculkan dalam kesadaran karena dilarang oleh Super-ego”. Freud suka menggali isi mimpi pasien-pasiennya untuk dianalisis dengan menggunakan teknik “analisis mimpi”.
e.         Berpikir artistik merupakan proses berpikir yang sangat subjektif. Jalan pikiran sangat diperngaruhi oleh pendapat dan pandangan diri pribadi tanpa menghiraukan keadaan sekitar. Hal ini sering dilakukan oleh para seniman dalam mencipta karya-karya seninya.
Disamping itu, daya ingat pun merupakan perwujudan belajar, sebab merupakan unsur pokok dalam berfikir asosiatif. Jadi, siswa yang telah mengalami proses belajar akan ditandai dengan bertambahnya simpanan materi (pengetahuan dan pengertian) dalam memori, serta meningkatnya kemampuan menghubungkan materi tersebut dengan situasi atau stimulus yang sedang ia hadapi (Syah 2010: 118).
Berpikir asosiatif hanya mungkin terjadi apabila seseorang telah belajar tentang data yang ia dapatkan, misalnya seseorang hanya akan mengasosiasikan 17 Agustus dengan Hari Kemerdekaan RI, Bandung dengan KAA, Hendri Dunant dengan Palang Merah Dunia, atau Kremlin dengan Rusia. Selain itu kemampuan berfikir asosiatif juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya materi yang dipelajari, sifat dan bentuk proses belajar, daya ingatan dan lain-lain

Tidak ada komentar:

Posting Komentar