Muhibbin
Syah (2010: 118) menyampaikan bahwa berfikir asosiatif merupakan berfikir dengan cara
mengasosiasikan sesuatu dengan yang lainnya. Berfikir asosiatif itu merupakan
proses pembentukan hubungan antara rangsangan dengan respon. Dalam hal ini
perlu dicatat bahwa kemampuan siswa untuk melakukan hubungan asosiatif yang
benar amat dipengaruhi oleh tingkat pengertian atau pengetahuan yang diperoleh
dari hasil belajar.Kemampuan siswa untuk melakukan hubungan asosiatif yang
benar amat dipengaruhi oleh tingkat pengertian atau pengetahuan yang diperoleh
dari hasil belajar.Sebagai contoh, siswa yang mampu menjelaskan arti penting
tanggal 12 Rabiul Awal.Kemampuan siswa tersebut dalam mengasosiasikan tanggal bersejarah
itu dengan hari ulang tahun (maulid) Nabi Muhammad SAW.hanya bisa di dapat
apabila ia telah mempelajari riwayat hidup beliau.
Sedangkan
menurut Sarwono (2002) bahwa berpikir asosiatif yaitu proses berpikir di mana
suatu ide merangsang timbulnya ide-ide lain. Jalan pikiran dalam proses
berpikir asosiatif tidak ditentukan atau diarahkan sebelumnya. Jadi ide-ide itu
timbul atau terasosiasi (terkaitkan) dengan ide sebelumnya secara spontan.Jenis
berpikir ini disebut juga jenis berpikir divergen (menyebar) atau kreatif,
umumnya pada para pencipta, penemu, penggagas dan sebagainya dalam bidang ilmu,
seni, pemasaran, dan lain-lain. Jenis-jenis berpikir asosiatif adalah:
a. Asosiasi bebas: suatu ide akan
menimbulkan ide mengenai hal lain, yaitu hal apa saja tanpa ada batasnya.
Misalnya, ide tentang makanan dapat merangsang timbulnya beberapa ide, misalnya
tentang restoran, dapur, nasi, anak yatim yang belum sempat diberi makan, atau
apa saja.
b. Asosiasi terkontrol: suatu ide tertentu
akan menimbulkan ide mengenai hal lain dalam batas-batas tertentu. Misalnya,
ide tentang “membeli mobil”, akan merangsang ide-ide lain, misalnya tentang
harganya, pajaknya, pemeliharaannya, mereknya, atau modelnya. Tetapi, tidak
merangsang ide tentang hal-hal lain di luar itu, seperti peraturan lalu lintas,
polisi lalu lintas, mertua yang sering meminjam barang-barang, piutang yang
belum ditagih, dan sebagainya.
c. Melamun: mengkhayal bebas, sebebasnya
tanpa batas, juga mengenai hal-hal yang tidak realistis. Misalnya, berkhayal jadi
orang kaya, jadi Superman, atau jadi Putri Salju. Anak kecil sering kali belum
dapat membedakan antara khayalan dan realita sehinggga kalau dia menceritakan,
misalnya tentang sahabat yang ada dalam khayalannya kepada ibunya, ibu-ibu yang
tidak paham akan jiwa anak, sering kali memarahi anaknya dan menganggapnya
sebagai pembohong. Disisi lain, banyak temuan-temuan penting dalam ilmu
pengetahuan yang dimulai dari lamunan. Newton misalnya, menemukan teori tentang
daya tarik bumi setelah ia melamun tentang mengapa buah apel bisa jatuh
sehingga bisa menimpa kepalanya.
d. Mimpi: ide-ide tentang berbagai hal
yang timbul secara tidak disadari pada waktu tidur. Mimpi ini kadang-kadang
terlupakan pada waktu bangun, tetapi kadang-kadang masih dapat diingat. Mimpi bisa
merupakan kilas balik peristiwa-peristiwa masa lalu, namun bisa juga berupa
harapan-harapan yang tak terpenuhi, atau bahkan tak bermakna sama sekali.
Sigmun Freud pakar psikoanalisis, menyatakan bahwa “mimpi sangat penting karena
berisi dorongan-dorongan dari alam bawah sadar yang tidak dimunculkan dalam
kesadaran karena dilarang oleh Super-ego”. Freud suka menggali isi mimpi
pasien-pasiennya untuk dianalisis dengan menggunakan teknik “analisis mimpi”.
e. Berpikir artistik merupakan proses
berpikir yang sangat subjektif. Jalan pikiran sangat diperngaruhi oleh pendapat
dan pandangan diri pribadi tanpa menghiraukan keadaan sekitar. Hal ini sering
dilakukan oleh para seniman dalam mencipta karya-karya seninya.
Disamping
itu, daya ingat pun merupakan perwujudan belajar, sebab merupakan unsur pokok
dalam berfikir asosiatif. Jadi, siswa yang telah mengalami proses belajar akan
ditandai dengan bertambahnya simpanan materi (pengetahuan dan pengertian) dalam
memori, serta meningkatnya kemampuan menghubungkan materi tersebut dengan
situasi atau stimulus yang sedang ia hadapi (Syah 2010: 118).
Berpikir
asosiatif hanya mungkin terjadi apabila seseorang telah belajar tentang data
yang ia dapatkan, misalnya seseorang hanya akan mengasosiasikan 17 Agustus
dengan Hari Kemerdekaan RI, Bandung dengan KAA, Hendri Dunant dengan Palang
Merah Dunia, atau Kremlin dengan Rusia. Selain itu kemampuan berfikir asosiatif
juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya materi yang dipelajari,
sifat dan bentuk proses belajar, daya ingatan dan lain-lain
Tidak ada komentar:
Posting Komentar