Manusia
secara bahasa disebut juga insan yang dalam bahasa arabnya, yang berasal dari
kata nasiya yang berarti lupa dan jika dilihat dari kata dasar al-uns yang
berarti jinak. Kata insan dipakai untuk menyebut manusia, karena manusia memiliki
sifat lupa dan jinak artinya manusia selalu menyesuaikan diri dengan keadaan
yang baru disekitarnya. Manusia cara keberadaannya yang sekaligus membedakannya
secara nyata dengan mahluk yang lain.
Berbicara
tentang manusia maka yang tergambar dalam fikiran adalah berbagai macam
perfektif, ada yang mengatakan manusia adalah hewan rasional (animal rasional)
dan pendapat ini diyakini oleh para filosof. Sedangkan yang lain menilai
manusia sebagai animal simbolik pernyataan tersebut dikarenakan manusia mengkomunikasikan
bahasa melalui simbol-simbol dan manusia menafsirkan simbol-simbol tersebut.
Ada yang lain menilai tentang manusia adalah sebagai homo feber dimana manusia
adalah hewan yang melakukan pekerjaan dan dapat gila terhadap kerja. Manusia
dapat disebut sebagai homo sapiens, manusia arif memiliki akal budi dan
mengungguli mahluk yang lain.
Antropologi
adalah merupakan salah satu dari cabang filsafat yang mempersoalkan tentang
hakekat manusia dan sepanjang sejarahnya manusia selalu mempertanyakan tentang
dirinya, apakah ia sedang sendirian, yang kemudian menjadi perenungan tentang
kegelisahan dirinya, ataukah ia sedang dalam dinamika masyarakat dengan
mempertanyakan tentang makna hidupnya ditengah dinamika perubahan yang
kompleks, dan apakah makna keberadaannya ditengah kompleksitas perubahan itu?
Pertanyaan tentang hakekat manusia merupakan pertanyaan kuno seumur keberadaan
manusia dimuka bumi. Manusia menurut Paulo Freire mnusia merupakan satu-satunya
mahluk yang memiliki hubungan dengan dunia.
Hakekat manusia harus dilihat pada
tahapannya nafs, keakuan, diri, ego dimana pada tahap ini semua unsur membentuk
diri yang aktual, kekinian dan dinamik, dan aktualisasi kekinian yang dinamik
yang bearada dalam perbuatan dan amalnya. Secara subtansial dan moral manusia
lebih jelek dari pada iblis, tetapi secara konseptual manusia lebih baik karena
manusia memiliki kemampuan kreatif. Tahapan nafs hakekat manusia ditentukan
oleh amal, karya dan perbuatannya, sedangkan pada kotauhid hakekat manusai dan
fungsinya manusia sebagai ‘adb dan khalifah dan kekasatuan aktualisasi sebagai
kesatuan jasad dan ruh yang membentuk pada tahapan nafs secara aktual. (Musa
Asy’ari, Filsafat Islam, 1999)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar