Jumat, 09 Desember 2016

Cinta



Dialog merupakan laku penciptaan dunia oleh para manusia yang mencintai dunia, mencintai sesama manusia dan mencintai kehidupan. Cinta merupakan pondasi dari dialog. Cinta merupakan tanggung jawab dari subjek-subjek yang memperjuangkan kebebasan dan tidak berada dalam relasi dominasi. Dominasi memunculkan pathologi  cinta : sadisme  terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Cinta merupakan laku pemihakan terhadap kaum tertindas dimanapun mereka berada, tindakan dari cinta adalah komitmen terhadap prinsip mereka prinsip pembebasan. Sebagai tindkan dari dari pemihakan terhadap kaum tertindas, cinta tidak dapat sentimental; sebagai suatu tindakan dari kebebasan, ia tidak dapat bertindak sebagai dalih untuk manipulasi. Cinta harus melahirkan tindkan kebebasan orang-orang lain; jika tidak demikian, ia bukanlah cinta. Hanya dengan mengakhiri suatu penindasan cinta yang hilanh dapat dipulihkan. Jika aku tidak mencintai dunia, jika aku tidak mencintai kehidupan, jika aku tidak mencintai orang-orang, aku tidak dapat terlibat dalam dialog. Dalam proses pembelajaran, seorang guru harus membangun cinta pada semua muridnya, cinta yang diawali dengan perasan empati. Menurut Arnold dalam (Loreman, 2010:23) Empati telah digambarkan sebagai “kemampuan untuk memahami pikiran dan perasaan diri dan orang lain. Ini adalah kemampuan canggih yang melibatkan attunement (focus pada orang lain), decentering (melihta orang lain dengan berbagai pertimbangan) dan introspeksi: tidak bijaksana, serta tulus”. Berdasarkan pendapat Arnold dapat ditarik kesimpulan bahwa proses mendidik harus didasarkan atas rasa cinta dan kasih saying yang diawali dari rasa empati kepada anak didik, denga proses mendidik yang kaya akan rasa kasih sayang diyakini akan memberikan pengaruh positif yang terus berkelanjutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar