Jumat, 09 Desember 2016

Pemikiran Kritis



Dialog yang benar dapat terjadi jika para partisipan tidak terlibat dalm proses berpikir kritis. Freire (2005:83) memandang bahwa : “ Pemikiran kritis adalah pemikiran yang melihat suatu hubungan tak terpisahkna antara manusia dan dunia tanpa melakukan dikhotomi diantar pemikiran-pemikiran yang memandang realitas sebagai proses dan perubahan, etimbang sebagi suatu entitas yang statis pemikiran yang tidak memisahkan pemikiran itu sendiri  dari tindakan, tetapi senantiasa bergumul dengan masalah-masalah dunia tanpa gentar menghadapi resiko”. Dialog yang benar akan memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang merajang pikiran, menghadapkanya pada masalah-masalah kehidupan manusia dalam perjuangannya yang menyejarah dan eksistensial. Melalui pemikiran-pemikiran yang kritis terhadap realitas, manusia akan berusaha merefleksikan segala bentuk pengalaman hidupnya sebagai sebuah bahan untuk dipikirkan secra kritis yang kemudian melahirkan tindakan-tindakan yang mengubah dunia. Pertanyaan-pertanyaan yang dimunculkan pernah dibahas pada bagian kesadaran, adapun pertnyaan-pertanyaan tersebut yaitu : what is thr problem, tahap ini bertujuan untuk membentuk kepekaan terhadap realitas sosial yang terjadi disekitar. Kemudian dilanjutkan persoalan utma (why is it happening), tahap ini dimaksudkan agar peseta didil dibiasakan untuk berpikir kritis dan reflektif. Terakhir, tahap-tahap pencarian solusi atau alternative pemecahan msalah (what can be done to change the situation). Berpikir kritis berbeda dengan berpikir naïf, yang memandang “waktu historis sebagai suatu beban, suatu stratifikasi perolehan-perolehan dan pengalaman-pengalaman masa lalu”, yang pada suatu saat berkembang menjadi normal dan “well-behaved”. Bagi pemikir naif, hal yang penting adalah akomodasi terhadap “hari ini” yang normal tersebut. Bagi pemikir kritis, hal yang penting adalah transformasi berkesinambungan realitas, demi humanisasi manusia sevara berkelajutan. (Freire, 2005:83)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar